Sep 9, 2010

Hari Raya Idul Fitri

MERAYAKAN Hari Raya Idul Fitri bagi kita sudah merupakan tradisi keagamaan yang membudaya. Idul Fitri, yang juga sering disebut Lebaran, adalah hari raya memperingati kembalinya manusia kepada fitrahnya. Fitrah adalah watak dasar kemanusiaan. Fitrah ini membuat manusia secara kodrati cenderung kepada kebenaran.

Dengan telah berakhirnya menjalankan ibadah puasa, berarti kita sudah memenangkan perang melawan hawa nafsu. “Minal ‘aidin wal faizin”, selalu diucapkan di hari raya itu. Artinya, semoga kita termasuk orang-orang yang kembali dan yang menang.

Hari Raya Lebaran disambut dengan penuh ceria. Busana baru, sepatu baru dan segalanya serba baru. Dan kadang berlebihan, rambut pun ditata dengan mode baru.
Sejauh batas-batas kewajaan, hal tersebut merupakan materialisasi dari pada ekspresi jiwa atau manifestasi lahiriyah seorang yang kembali kepada fitrahnya dan berhasil menyelesaikan ibadahnya. Ini menunjukkan betapa nilai-nilai keagamaan telah diberi warna kultural, sehingga Hari Raya Lebaran ini sudah “culturalized” dalam masyarakat kita.

Kegembiraan dengan penampilan yang lain dari biasanya di hari lebaran ini merupakan suatu kesempatan berhibur diri bersama masyarakat yang merayakannya. Tapi jangan sampai maknanya jadi berubah. Tidak boleh berlebihan dan memaksakan diri. Karena akan menjadikannya suatu kesulitan bagi dirinya. Misalnya, sampai terpaksa harus berhutang ke sana ke mari untuk mengada-adakan kebutuhan secara berlebihan. Ini justru bertentangan dengan makna Idul Fitri itu sendiri.

Ada kalanya orang segan  keluar rumah di hari besar itu dikarenakan tidak berpakaian baru. Bahkan ada seorang yang kebetulan nasibnya kurang beruntung dibandingkan dengan saudara-saudaranya, enggan datang bersilaturahmi, sungkem kepada orangtuanya. Ia malu oleh saudara-saudaranya itu. Betapa ia terbelenggu oleh sikap dan interpretasi yang salah dari makna lebaran yang sesungguhnya.

sumber : http://abdaz.wordpress.com
Share:

0 komentar:

Post a Comment