Berkompetisi adalah hal yang lumrah bagi setiap mastarakat, mulai dari anak-anak begitupun dewasa setiap orang berkompetisi pada hal yang berbeda untuk mendapatkan prestasi yang dapat dibanggakan. Bukan saja dapat membanggakan keluarga, lingkup desa, provinsi, melainkan sampai bisa membanggakan Indonesia karena dapat bersaing dengan negara lainnya apalagi dengan kompetisi olahraga yang peminatnya sangat banyak dapat menjadikan masyarakat Indonesia semakin fit dan sehat.
sumber: bola.com |
Berbagai wadah Kompetisi Olahraga di Indonesia yang semakin beragam dan terus berkembang, menjadikan masyarakat Indonesia siap bersaing dengan bakatnya masing-masing, salah satunya yang sudah cukup lama ini hadir di Indonesia yaitu "Djarum Foundation".
Djarum Foundation yang dalam kegiatan CSR salah satunya di bidang olahraga, pada 2006 lalu menjadi wadah bagi anak yang minat pada olahraga, dimana pada saat itu peserta anak 15 tahun dapat mendaftarkan dirinya dan berkompetisi dalam bidang olahraga Bulutangkis untuk mendapatkan beasiswa pelatihan yang akhirnya disaring menjadi beberapa orang saja, nah pada 2017 beasiswa ini diikuti anak usia yang sangat muda banget, mulai dari 6 tahun sampai 15 tahun. Pesertanya juga cukup banyak mencapai ribuan, apalagi pada 2018 pesertanya mencapai 5000an dan terus bertambah setiap tahunnya karena peminat olahraga bulutangkis semakin banyak pula. Namun setelah adanya penyaringan yang dapat mengikuti pelatihan menjadi 23 orang.
Kompetisi ini memang baik untuk anak-anak apalagi untuk mengembangkan bakat anak dengan wadah yang disediakan sesuai minatnya.
Namun, beberapa tahun terakhir, Yayasan Lentera Anak mengkaji kegiatan kompetisi olahraga tersebut dan mendapatkan bahwa adanya tindakan eksploitasi anak pada kompetisi olahraga Bulutangkis yang diselenggarakan oleh Djarum Foundation.
Ya, Yayasan Lentera Anak menyayangkan bahwa peserta kompetisi olahraga yang bejibun dan pesertanya anak-anak menjadi alat untuk promosi produsen rokok, dimana merk rokok "Djarum" nempel besar di kaos tepat pada dada sedangkan tulisan "Indonesia" berada dipunggung di atas no peserta. Dengan begitu, ribuan anak menjadi alat promosi secara sukarela karena kalau sudah ikut dalam barisan peserta audisi kompetisi bulutangkis maka anak tersebut harus mengenakan kaos berlogo merk produsen rokok tersebut yang telah disediakan. Sang anak yang polos menganggap bahwa Djarum sebagai penyedia dan wadah yang baik dalam kompetisi ini karena telah mewadahi untuk mengembangkan bakatnya. Namun yang sangat ditakutkan, anak-anak menjadi terdoktrin dengan merk rokok yang nampak jelas sehingga sebelum dewasa ia bisa saja mencoba untuk menikmati rokok tersebut secara diam-diam dan yang akan teringat nama rokoknya pasti merk yang telah memberikan beasiswa terhadap dirinya.
Bentuk Promosi ini dijelaskan pula oleh Liza sebagai psikolog yang mengatakan bahwa bentuk promosi ini mengacu pada teknik Subliminal Advertising, dimana teknik iklan yang mengkspos individu pada suatu gambaran produk, nama dagang atau rangsangan produk dagang lainnya, dimana Individu tidak menyadari dirinya sedang terekspos. Sebenarnya teknik promosi brand dalam sebuah kegiatan, apalagi kegiatan positif tidak jadi masalah, namun jika medianya adalah anak-anak sedangkan produk dari brand tersebut sangat membahayakan anak-anak dan bukan untuk anak-anak, jadinya sangat bermasalah dong.
Jadi, adanya kegiatan ini bisa jadi alibi sebuah brand dalam meningkatkan awareness merk brand melalui kegiatan olahraga. Karena sebuah penyimangan memanfaatkan tubuh anak sebagai brand rokok yang pada awalnya bertujuan untuk mengembangkat bakat diri anak dalam olahraga untuk menggapai prestasinya ehh malah disalahgunakan sebagai media promosi produsen rokok. Ahhh tidak.
Dan hal inilah yang dituntut oleh Yayasan Lentera Anak dengan berbagai tuntutan seperti mendesak pemerintah agar melakukan tindakan tegas kepada penyelenggara audisi kompetisi ini yaitu Djarum Foundation untuk tidak melibatkan anak dalam seluruh kegiatannya, serta menghentikan eksploitasi anak dalam segala bentuk termasuk menjadikan anak sebagai media promosi.
Yayasan Lentera Anak pun mendesak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai lembaga negara untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 76 (huruf g) UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 untuk memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran hukum dan eksploitasi anak pada kegiatan Audisi Kompetisi Bulutangkis yang diselenggarakan oleh Djarum Foundation.
Dengan itu pun kami sebagai narablog ikut menyuarakan suara kami untuk melindungi generasi masa depan bangsa dalam menangkis eksploitasi anak yang ada di Indonesia, demi masa depan bangsa yang lebih sehat.
Dan ada baiknya bagi orang tua untuk mencari wadah yang terbaik untuk anak-anak, tidak salah mengantarkan anak untuk ikut berkompetisi, tapi carilah wadah yang baik untuk melindungi anak dari hal-hal yang tidak baik kedepannya.
Wah, ternyata otak kita luar biasa ya dalam menyerap informasi. Lewat teori "subliminal advertising", kita tidak sadar bahwa telah banyak anak yang justru mengasosiasikan suatu merk rokok yang sifatnya berbahaya bagi kesehatan dengan bulu tangkis. Daebak! Mudah-mudahan pemerintah segera menindaklanjutinya ya kak.
ReplyDeleteAamiin, semoga tindakan YLA dapat terserap dan dipahami pemerintah untuk melindungi generasi bangsa.
DeleteSeharusnya nomor peserta ditempelnya di depan aja ya kak, hehehe supaya logo perusahaan rokoknya yang ketutupan.
ReplyDeleteIya sih, biar ga ngiklan banget,
DeleteNah ini kang, jadi rusak bibit unggul. Cuma karena pingin ikutan event. Eh salah tafsir. Sedih, akibatnya anak usia dini sudah mulai kenal rokok
ReplyDeleteNah makanya, miris yah. Niat awal baik tapi malah kenal produk yg tak seharusnya ia kenal di usia muda ahhh
Delete