Ada satu momen di hidup kita ketika liburan bukan lagi soal pindah kota, tapi pindah suasana. Bukan soal itinerary padat, tapi soal memberi ruang buat kepala bernapas. Dan jujur saja, pengalaman staycation di Dusun Bambu kemarin jadi salah satu bentuk “liburan santai” paling berkesan yang pernah saya rasakan.
Perjalanan yang Nggak Ribet, Liburan yang Sudah Dimulai Sejak Berangkat
Kami berangkat dari Jakarta menggunakan kereta cepat Whoosh. Yang bikin pengalaman ini terasa effortless adalah setelah turun dari stasiun, ternyata tersedia shuttle khusus menuju Dusun Bambu—gratis pula. Jadi benar-benar tanpa drama pesan taksi atau buka aplikasi ini-itu. Tinggal duduk, menikmati perjalanan, dan membiarkan transisi kota ke alam terjadi dengan sendirinya.
Di titik ini, liburan rasanya sudah dimulai. Tanpa terburu-buru. Tanpa kebisingan.
First Impression yang Langsung Ngena
Setibanya di Dusun Bambu, kami disambut dengan cara yang sederhana tapi hangat. Cuci tangan, lalu didoakan oleh petugas. Mungkin terdengar sepele, tapi justru momen seperti ini yang bikin saya langsung merasa “diterima”. Seolah-olah, tempat ini memang diciptakan bukan hanya untuk dikunjungi, tapi untuk ditinggali, walau sebentar.
Kami menginap di area Kampung Layung, tipe Family Residence. Begitu masuk, suasananya langsung tenang. Rumah kayu dengan teras depan yang menghadap alam, cocok banget buat duduk santai sambil ngopi dan ngobrol tanpa gangguan notifikasi.
Tinggal di Rumah, Tapi Rasanya Lebih Tenang dari Rumah
Family Residence ini terasa lengkap tanpa berlebihan. Dua kamar tidur, ruang tengah, pantry, kamar mandi, hingga area jacuzzi yang jadi highlight utama. Ini bukan jacuzzi buat konten semata, tapi benar-benar dipakai untuk menenangkan badan setelah hari yang panjang.
Amenities-nya juga lengkap—teh, kopi, dan camilan khas Sunda seperti reginang yang entah kenapa rasanya jadi lebih nikmat kalau dimakan di udara dingin Lembang. Hal-hal kecil seperti ini yang membuat pengalaman menginap terasa dipikirkan dengan baik.
Sore yang Pelan di Tengah Sawah
Menjelang sore, kami berjalan ke area persawahan di dalam kawasan Dusun Bambu. Suasananya sederhana, tapi justru itu yang membuatnya istimewa. Angin sejuk, pemandangan hijau, dan suara alam yang pelan-pelan menggantikan kebisingan kota.
Di momen ini, saya sadar satu hal: healing itu bukan tentang melakukan banyak hal, tapi tentang memberi jeda. Dan Dusun Bambu memberi ruang itu dengan sangat natural.
Malam Hangat, Tanpa Perlu Direncanakan
Saat malam tiba, kami mendapatkan fasilitas barbeque gratis yang sudah disiapkan oleh petugas. Tinggal duduk, api unggun menyala, makanan tersaji, dan obrolan mengalir tanpa arah. Tidak ada agenda. Tidak ada jam. Hanya tawa kecil, cerita ringan, dan rasa hangat yang sulit dijelaskan.
Momen ini jadi salah satu highlight terbesar dari staycation ini. Bukan karena mewah, tapi karena terasa tulus.
Pagi yang Ramah di Burangrang
Keesokan paginya, kami sarapan di Burangrang. Pilihan menu cukup beragam dan porsinya pas. Tapi yang membuatnya spesial adalah suasananya. Pagi hari di Dusun Bambu terasa lebih ramah—tidak tergesa, tidak bising, dan memberi waktu untuk benar-benar menikmati hari.
Setelah sarapan, kami menikmati sisa waktu dengan berjalan santai di area Dusun Bambu. Tidak dikejar apa pun. Tidak perlu mengejar apa pun.
Staycation yang Mengembalikan Energi
Dua hari satu malam di Dusun Bambu terasa cukup. Cukup untuk menyegarkan pikiran, merapikan perasaan, dan mengisi ulang energi yang sempat terkuras oleh rutinitas.
Buat saya, Dusun Bambu bukan sekadar tempat wisata di Bandung. Ini adalah ruang untuk hidup lebih pelan, walau hanya sebentar. Dan kadang, itu saja sudah lebih dari cukup.
Jika kamu sedang mencari tempat staycation yang bukan hanya nyaman secara fisik, tapi juga menenangkan secara mental, Dusun Bambu layak masuk daftar teratas.














